Minggu, 03 Agustus 2014

Gereja St. Joan Don Bosco

Gereja ini dibangun pada masa kekuasaan kolonial Belanda. Nama St. Joan Don Bosco diambil dari nama seorang misionaris kebangsaan Belanda, pendiri sekaligus Pastur pertama. Rumah peribadatan umat Katolik ini berada dalam satu area dengan sekolah dan Rumah Sakit yang juga dibangun oleh kolonial, di kawasan pusat Kota Sampit. Seiring perjalanan waktu, Jemaah gereja terus bertambah, hingga melebihi kapasitas ruangan.


Penambahan ruang ibadat pun terwujudkan dengan pembangunan Gereja baru, tepat disebelah bangunan awal. Dana yang terkumpul dari sumbangan para jemaat menghasilkan gedung megah berlantai 2, bernuansa arsitektur Eropa nan indah. 

Masjid Jami

Masjid Jami merupakan salah satu Masjid tertua di Kota Sampit. Berdiri di tepi Sungai Mentaya sebagai jejak sejarah penyebaran Agama Islam di Bumi Habaring Hurung. Rumah Ibadah umat Muslim ini sudah mengalami empat kali renovasi sejak dibangun sekitar 200 tahun silam. Kini, tembok beton dan lantai marmer menggantikan material sebelumnya kayu dan lantai papan, Menampakan kemegahan mesjid terbesar di sepanjang bantaran sungai ini. 

Vihara

Karakteristik arsitektur khas Pecinan nampak jelas pada bangunan tempat ibadat ini. Bentuk atap bertingkat menyerupai stupa dengan ornamen lengkungan lancip di setiap sudutnya. Dilengkapi lampu Tanglong/Lampion tergantung menghiasi plafon bangunan yang didominasi warna merah ini. Di depan pintu masuk, terdapat bangunan tanpa dinding mirip pendopo terbuka. Terdiri dari enam pilar penopang atap. Ukiran bermotif Naga terpajang di tiap pilar. Ditengah pendopo terdapat sebuah cawan besar dari kuningan sebagai wadah meletakan Hio serta buah-buahan. Disamping pendopo Sebuah Pagoda berdiri tegak menjulang. Aroma Hio (dupa) yang dibakar menambah Atmosfir religius di Rumah Ibadat Umat Budha ini.

Omah Joglo

Omah Joglo adalah Rumah Adat Suku Jawa. Dibangun menggunakan material batu bata dan semen, serta genteng sebagai atapnya. Sedangkan lantainya dilapisi keramik, ada pula berlantaikan semen yang diplester halus. Pintu dan jendela terbuat dari kayu. Tak jarang diperindah oleh ukiran khas Jawa. Pilar penyangga atap yang tinggi ditambah pendopo/teras luas dan terbuka menimbulkan kesan teduh dan sejuk. 

Huma Betang

Huma Betang merupakan rumah adat suku Dayak di Kalimantan Tengah. Rumah panggung berbentuk memanjang ini dibangun menggunakan material Kayu Ulin (Kayu Besi). Kayu berwarna coklat gelap atau hitam memiliki struktur serat yang keras. Daya tahan yang kuat terhadap air serta tak mudah lapuk. sehingga mampu bertahan selama puluhan tahun. Atap rumah menggunakan Sirap. Kayu Ulin yang di potong tipis berbentuk memanjang. Disusun rapi bertumpang-tumpang dibagian atas rumah.

 Filosofi gotong royong, Kebersamaan serta kerukunan dalam asas kekeluargaan mendasari hubungan sosial dan kehidupan para penghuni tempat tinggal yang biasanya ditempati oleh beberapa keluarga ini secara turun temurun.